Rumah adat Papua memiliki nama, bentuk dan ciri khas yang berbeda-beda. Berikut ini macam-macam rumah adat Papua dan keunikannya. Sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia memiliki begitu banyak keragaman budaya dan tradisi yang berlimpah. Salah satunya adalah budaya yang berasal dari wilayah paling timur Indonesia, yaitu Papua. Papua merupakan salah satu provinsi yang memiliki banyak keragaman budaya dan sumber daya alam yang berlimpah. Keragaman dan keunikan yang dimiliki oleh Papua telah menjadi daya tarik dan ciri khas tersendiri bagi Papua. Ragam budaya dan keunikan Papua ini juga dapat dilihat melalui rumah-rumah adatnya. Papua memiliki berbagai suku dengan berbagai bentuk rumah adat Papua yang berbeda-beda. Untuk selengkapnya, yuk simak beberapa rumah adat Papua beserta dengan gambar dan penjelasannya berikut ini! Dapatkan TokoPoints dengan bertransaksi menggunakan Kupon Cashback. Nikmati potongan dan diskon langsung untuk berbelanja lebih hemat! Gambar dan Nama Rumah Adat Papua 1. Rumah Honai Sumber gambar Good News From Indonesia Rumah adat Papua yang paling terkenal adalah rumah Honai. Rumah ini merupakan rumah tradisional Suku Dani di Wamena. Rumah Honai juga dikenal dengan nama Onai’, yang artinya rumah. Rumah Honai umumnya ditempati oleh para laki-laki dewasa. Untuk itu, rumah ini juga disebut dengan nama rumah Honai Pilamo. Keunikan rumah Honai terletak dari bentuk rumahnya yang bundar dengan atap rumah berbentuk kerucut seperti jamur dan hanya memiliki satu pintu tanpa jendela. Atap rumah Honai umumnya terbuat dari jerami dan dinding rumahnya terbuat dari bahan kayu. Bentuk atap rumah Honai sengaja dibuat kerucut dengan tujuan untuk mengurangi hawa dingin dan menghindari air hujan. Tinggi rumah Honai hanya berkisar 2,5 meter dengan luas ruangan sekitar 5 meter. Rumah ini memang sengaja dibuat dengan ukuran yang kecil untuk membuat udara yang hangat di dalam ruangan rumah. 2. Rumah Ebei atau Huma Sumber gambar Ruang Arsitek Rumah Ebei atau Huma sebenarnya memiliki bentuk yang sama dengan rumah Honai. Namun, yang membedakan rumah Ebei dan rumah Honai adalah siapa yang menempatinya. Apabila rumah Honai ditempati oleh para laki-laki dewasa, maka rumah Ebei hanya ditempati oleh para ibu, anak-anak gadis, dan anak laki-laki yang belum dewasa. Di rumah ini, para ibu akan mengajarkan anak-anak mereka banyak hal tentang kehidupan sebelum para anak gadis menikah dan sebelum anak laki-laki dewasa. Selain itu, para wanita juga akan melakukan berbagai kegiatan harian lainnya. Seperti membuat kerajinan tangan atau saling bercengkrama. 3. Rumah Hunila Sumber gambar Mapio Berbeda dengan kedua rumah adat Honai dan Ebei sebelumnya, rumah Hunila adalah sejenis Honai namun memiliki bentuk yang lebih memanjang dan lebih luas. Rumah Hunila ini merupakan dapur yang menjadi pusat untuk pembuatan makanan bagi seluruh penghuni silimo atau beberapa rumah Honai di suatu tempat. Biasanya para wanita akan memasak sagu atau membakar ubi di dalam rumah Hunila. Setelah memasak, para wanita kemudian akan mengantarkan makanan kepada Pilamo dan seluruh keluarganya. 4. Rumah Wamai Sumber gambar Rumah Adat Papua Rumah adat Papua berikutnya adalah rumah Wamai. Bangunan rumah ini sebenarnya bukan bangunan rumah tempat tinggal, melainkan bangunan untuk kandang ternak. Nama Wamai sendiri berasal dari panggilan hewan ternak utama yang biasanya dipelihara, yaitu wam’ atau babi. Bangunan rumah Wamai ini cukup istimewa bagi masyarakat Suku Dani, karena wam atau babi sangat bernilai bagi mereka. Bentuk bangunan rumah Wamai sendiri hampir mirip dengan Hunila, namun memiliki ukuran yang lebih kecil dan ditempat di sudut-sudut yang agak jauh dari rumah Honai. Baca Juga Nama Rumah Adat Jawa Tengah, Gambar & Keunikannya Masing-masing 5. Rumah Kaki Seribu Sumber gambar Indonesia Traveler Mod Aki Aksa atau lebih dikenal dengan nama rumah kaki seribu merupakan rumah tradisional khas Suku Arfak yang berada di Papua Barat. Rumah ini disebut sebagai rumah kaki seribu karena memiliki kaki atau tiang pondasi yang sangat banyak seperti hewan berkaki seribu. Mod Aki Aksa sendiri memiliki bentuk seperti rumah panggung. Namun yang membedakan mod aki aksa dengan rumah panggung lainnya adalah banyaknya tiang pondasi yang berada di bawah rumah dan menjadi tumpuan utama bangunan rumah. Atap rumah ini terbuat dari rumput ilalang dan lantainya terbuat dari anyaman rotan. Sedangkan dinding bangunan rumahnya terbuat dari kayu yang disusun secara horizontal dan vertikal dengan cara saling mengikat. 6. Rumah Pohon Sumber gambar Good News From Indonesia Suku pedalaman asli Papua, yaitu Suku Korowai, juga memiliki rumah adatnya sendiri yang disebut dengan nama rumah pohon. Seperti namanya, rumah ini terletak di bagian dahan pohon dengan ketinggian sekitar 15-50 meter. Suku Korowai membangun rumah pohon ini dengan tujuan untuk menghindari binatang buas dan gangguan roh jahat yang disebut “laleo”. Laleo diyakini oleh Suku Korowai sebagai mahkluk jahat atau iblis kejam yang berjalan seperti mayat hidup dan akan berkeliaran pada malam hari. Masyarakat Suku Korowai percaya bahwa semakin tingginya rumah yang mereka buat, maka mereka juga akan semakin terhindar dari roh-roh jahat. 7. Rumah Kariwari Sumber gambar 60 Museum Jakarta Rumah Kariwari merupakan rumah tradisional Suku Tobati-Enggros yang tinggal disekitar Teluk Yotefa dan Danau Sentani, Jayapura. Bangunan rumah Kariwari ini cukup unik karena berbentuk limas segi delapan yang terbuat dari kayu besi, bambu, dan daun sagu hutan. Rumah ini umumnya terdiri dari dua lantai dan tiga ruangan yang memiliki fungsi yang berbeda-beda. Berbeda dengan rumah adat Papua lainnya yang berfungsi sebagai rumah hunian tempat tinggal. Rumah Kariwari memiliki fungsi sebagai tempat edukasi dan ibadah. Untuk itu, rumah ini dianggap sebagai tempat sakral yang suci oleh Suku Tobati-Enggros. 8. Rumah Rumsram Sumber gambar Gambar Rumah Rumah rumsram merupakan rumah adat papua yang berasal dari Suku Biak Numfor yang terletak di pantai utara Papua. Sama halnya seperti Kariwari, rumah ini bukan merupakan hunian tempat tinggal, melainkan tempat kegiatan mengajar yang dikhususkan untuk para laki-laki. Bangunan rumah Rumsram berbentuk persegi dengan atap seperti perahu terbalik. Desain atap ini sebenarnya berkaitan dengan profesi kebanyakan masyarakat suku Biak Numfor, yaitu sebagai pelaut. Rumah ini memiliki lantai yang terbuat dari kulit kayu, dinding dari bambu air dan pelepah sagu, serta atap yang terbuat dari daun sagu yang telah dikeringkan Umumnya rumah Rumsram akan memiliki tinggi sekitar 6-8 meter yang dibagi menjadi dua bagian yang dibedakan berdasarkan tingkatan lantainya. Baca Juga Rumah Adat Bali Beserta Gambar, Keunikan, Fungsi & Ciri Khasnya Itu dia Toppers beberapa rumah adat Papua beserta dengan keunikannya. Setiap rumah adat Papua memiliki fungsi dan keunikan masing-masing yang disesuaikan dengan cara hidup setiap sukunya. Nah, untuk kamu yang ingin mempelajari lebih banyak tentang budaya Papua dan budaya di Indonesia lainnya, kamu bisa belajar lewat buku sejarah, buku budaya, dan buku-buku lainnya yang semuanya bisa kamu dapatkan di Tokopedia. Tunjang produktivitas tingkat tinggi dengan laptop andalan terbaik di sini! Penulis Nyimas Pamela Anisa Dewi
4pakaian adat sulawesi tengah beserta penjelasannya, pakaian adat sulawesi tenggara lengkap gambar dan, rumah budaya sulawesi tenggara wunabarakati blogspot com, pakaian tarian rumah adat senjata tradisional suku peta, minangkabau wikipedia bahasa melayu ensiklopedia bebas, sulawesi tenggara wikipedia bahasa indonesia, senjata tradisional8 Budaya dan Tradisi Papua yang Paling Unik dan Menarik Sudah bukan hal aneh jika Indonesia kaya akan budaya dan bahasa yang tersebar dari ujung Sabang hingga ujung Merauke, dari barat Indonesia hingga timur Indonesia. Meskipun demikian, berbeda-beda namun tetap satu, Satu Indonesia. Bisa dikatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki berjuta-juta budaya. Budaya pada setiap daerah pun berbeda-beda, mulai dari bahasa, pakaian, hingga rumah adat. Salah satu daerah yang memiliki banyak budaya adalah Papua. Selain memiliki sumber daya alam yang melimpah, Papua juga terkenal sebagai daerah yang memiliki jumlah suku terbanyak di Indonesia. Setiap suku di papua memiliki budaya dan tradisi yang berbeda-beda. Tradisi-tradisi yang ada di suku Papua juga memiliki makna yang dalam di setiap upacara pelaksanaanya. Dan biasanya selalu menyimbolkan segala hal yang berkaitan dengan alam. Penasaran dengan tradisi unik yang dimiliki Papua? Yuk, langsung simak ulasannya berikut ini. 1. Tradisi Bakar Batu * Tradisi Bakar Batu adalah sebuah tradisi yang penting bagi seluruh penduduk asli Papua. Tradisi Bakar Batu bermakna sebagai bentuk rasa syukur dan ajang silaturahmi antar warga sekampung. Acara Bakar Batu biasanya diadakan pada saat ada kelahiran, perkawinan adat, penobatan kepala suku, dan pengumpulan prajurit perang. Tradisi Bakar Batu biasanya dilakukan oleh suku asli Papua yang tinggal di pedalaman, seperti di Lembah Baliem, Panaiai, Nabire Pegunungan Bintang, dan lain-lain. Nama dari pesta adat ini berbeda-beda di setiap daerahnya. Di suku Paniai, tradisi Bakar Batu disebut dengan Gapiia, di Wamena disebut dengan Kit Oba Isogoa, sedangkan di Jayawijaya disebut dengan Barapen. Disebut dengan tradisi Bakar Batu karena memang benar-benar batu dibakar hingga panas. Fungsi batu yang panas adalah untuk mematangkan daging, ubi, dan sayur-sayuran beralaskan daun pisang yang akan menjadi santapan seluruh warga pada acara yang sedang berlangsung. Makanan sengaja dimasak dengan cara seperti ini agar semua masakan dapat langsung dimasak secara bersamaan dan matang di saat yang bersamaan pula. Terlihat sangat seru dan akrab banget, ya? 2. Tradisi Potong Jari * Tradisi Potong jari adalah tradisi yang dilakukan oleh suku Dani di Papua. Suku Dani adalah suku yang mendiami Lembah Baliem. Tradisi potong jari pada suku Dani sudah ada sejak zaman dahulu dan masih dilaksanakan hingga sekarang. Tradisi potong jari menyimbolkan suatu kerukunan, kesatuan, dan kekuatan yang berasal dari dalam diri seorang manusia maupun di dalam sebuah keluarga. Keluarga adalah tumpuan paling berharga yang dimiliki oleh seorang manusia, jari dipercaya menyimbolkan keberadaan dan fungsi dari sebuah keluarga itu sendiri. Tradisi potong jari dilakukan ketika seseorang kehilangan salah satu anggota keluarga atau sanak saudara seperti suami, istri, anak, adik, dan kakak untuk selama-lamanya. Pada suku Dani, kesedihan dan rasa duka cita akibat kemalangan juga kehilangan salah satu anggota keluarga tidak hanya di apresiasikan dengan menangis, namun juga memotong jari. Suku Dani beranggapan bahwa memotong jari adalah simbol dari rasa sedih dan rasa sakit kehilangan salah satu anggota keluarga. Tradisi potong jari juga dianggap sebagai cara untuk mencegah terjadinya kembali malapetaka yang merenggut nyawa seorang anggota keluarga yang sedang beduka. 3. Tradisi Ararem Suku Biak * Ararem adalah tradisi khas suku Biak, tradisi ini biasanya diadakan di acara perkawinan. Ararem adalah arak-arakan keluarga besar mempelai pria dari pengantin yang menghantar sang calon suami beserta dengan mas kawin untuk calon mempelai wanita. Pengantaran mas kawin dilakukan dengan berjalan kaki dari kediaman mempelai pria menuju kediaman mempelai wanita, masing-masing anggota keluarga memegang mas kawin yang berupa piring-piring adat, guci, dan lain sebagainya. Uniknya, rombongan arak-arakan calon mempelai pria, selain membawa seserahan pernikahan, mereka juga membawa bendera merah putih yang berkibar bersama mereka. Belum diketahui dengan jelas alasan mengenai penggunaan bendera merah putih saat berlangsungnya arak-arakkan. Mungkin bendera merah putih digunakan untuk menunjukan bahwa mereka adalah bangsa Indonesia, dan Ararem adalah budaya milik Indonesia. 4. Tradisi Tato * PakaianAdat Papua - Papua, salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keunikan serta sisi etnik yang sangat memukau. Bukan hanya budayanya saja yang unik, namun pakaian adat Papua juga sangat menarik dan berbeda dengan yang lain. Pakaian yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia bagian Timur ini bisa dibilang sangat mengagumkan.
Papua barat yang dulu dikenal dengan nama Irian Jaya adalah bagian dari pulau Papua Nugini dan juga merupakan wilayah Indonesia paling timur. Wilayah Papua mencakup beberapa pulau kecil di sekitarnya termasuk pulau Biak. Sebagian besar wilayahnya tertutupi hutan lebat yang menjadi habitat beberapa hewan endemik Indonesia seperti cendrawasih, tapir, dan kasuari. Terdapat suku pedalaman yang masih tinggal di dalam hutan seperti suku Dani yang tinggal di lembah Baliem, meski sebagian besar populasi Papua tinggal di sekitar pesisir hasil penelitian, ada sekitar 700-an bahasa daerah terdapat di Papua dan ada kurang-lebih 200 bahasa tradisional yang masih aktif digunakan termasuk bahasa Dani, Yali, Ekari, dan Biak meski yang paling luas dipakai untuk berkomunikasi oleh masyarakat Papua adalah Bahasa banyak budaya khas Papua yang menarik untuk dibahas. Disamping tradisi dan bahasa yang berbeda antara suku yang tinggal di daerah pegunungan dan yang tinggal di daerah pesisir pantai, penduduk papua memiliki upacara adat, pakaian, dan rumah tradisional yang merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang selama ribuan tahun yang terus dijaga hingga saat terkaitKebudayaan Nangroe Aceh DarussalamKebudayaan LampungKebudayaan Sumatera SelatanKebudayaan MinangkabauKebudayaan PacitanKebudayaan Sunda1. Bakar BatuBiasanya Bakar Batu diadakan ketika menyambut tamu penting atau pesta pernikahan. Bakar Batu juga dilaksanakan ketika menutup musim panen sebagai bentuk rasa syukur kepada sang pencipta atas hasil panen yang melimpah. Dinamakan Bakar Batu karena di dalam perayaan ini, suku-suku di Papua memasak makanan yang menjadi hidangan pesta dengan cara membakarnya dengan batu dimulai dengan menyalakan api secara tradisional, yaitu menggesek rotan ke atas kayu hingga memercikkan api. Api tersebut akan digunakan untuk membakar batu hingga batu tersebut cukup panas. Batu ini yang kemudian disusun sedemikian rupa di dalam lubang yang telah disediakan lalu ditumpuk di atasnya bahan makanan seperti ubi dan babi yang akan ditutup lagi oleh batu-batu panas dan ditutupi oleh rumput-rumputan agar panas tetap berada di dalam dan membakar makanan hingga suku memiliki sebutan tersendiri yang merujuk pada upacara adat ini. Seperti halnya masyarakat Paniai yang menggunakan kata mogo gapii atau warga di Wamena yang menyebutnya dengan sebutan kit oba isago. Namun istilah yang paling umum digunakan adalah Potong JariYakuza bukanlah satu-satunya kelompok masyarakat dunia yang memiliki tradisi potong jari. Namun berbeda dengan Yakuza yang memotong jari ketika mereka gagal dalam melaksanakan misi, masyarakat Papua melakukan tradisi ini ketika mereka kehilangan anggota adat mewajibkan keluarga yang kehilangan untuk memotong jarinya karena untuk beberapa suku di Papua, mereka menganggap jari sebagai representasi anggota keluarga. Ketika seseorang kehilangan satu anggota keluarga maka secara otomatis mereka juga harus kehilangan satu dilihat dari perspektif modern, tentu tradisi potong jari adalah tradisi yang sangat ekstrim dan tidak seharusnya masih dilakukan. Oleh karena perubahan zaman juga, tradisi ini mulai ditinggalkan dan semakin dilupakan oleh suku-suku di Kayu UkirTidak banyak yang tahu jika ukiran kayu Indonesia yang mendunia bukan hanya berasal dari kota Jepara tapi juga dari daerah timur nusantara, lebih tepatnya suku Asmat yang mendiami teluk Flamingo. Selama ribuan tahun, pemahat kayu dipandang sebagai profesi yang terhormat di kalangan suku kayu rumit yang dipahat secara alat-alat tradisional menjadi ciri khas yang menarik minat wisatawan dunia. Peralatan yang digunakan pun masih sangat sederhana, seperti kapak yang terbuat dari batu, tulang binatang dan kulit kerang. Nilai estetika yang tinggi menjadikan kerajinan ini dijual dengan harga yang sangat tinggi. Tidak hanya dari segi estetis, ukiran kayu Asmat memiliki empat fungsi kultur, diantaranyaPerwujudan arwah nenek moyang;Ungkapan perasaan senang atau sedih;Simbol-simbol religi seperti manusia, hewan, tumbuhan dan berbagai objek lain;Simbol keindahan dan kearifan terkaitMotif Seni Ukir NusantaraSeni Rupa 3 DimensiBudaya Indonesia yang MenduniaKebudayaan Nusa Tenggara Timur4. KotekaMungkin ini adalah karya budaya Papua yang paling dikenal luas oleh masyarakat dunia. Koteka adalah pakaian tradisional masyarakat Papua yang digunakan sebagai penutup kemaluan lelaki dewasa beberapa suku di Papua. Namun begitu, tidak semua suku di Papua memakai koteka. Koteka hanya digunakan oleh beberapa suku yang tinggal di pegunungan, sementara untuk penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai lebih memilih moge sebagai pilihan berbusana, sejenis cawat yang berbentuk dikenakan oleh anak lelaki yang telah menginjak umur 5 tahun. Bukan hanya sebagai pakaian, koteka juga sebuah perlambangan strata sosial masyarakat papua. Semakin tinggi status atau jabatan seseorang maka dia berhak untuk mengenakan koteka dengan ukuran yang lebih besar. Untuk para raja atau kepala suku, koteka yang mereka kenakan khusus merupakan turun temurun dari pendahulu mereka Pakaian Adat WanitaAda banyak jenis pakaian tradisional wanita yang bisa ditemukan di Papua, hampir tiap suku memiliki baju adatnya masing-masing. Meski begitu, kebanyakan pakaian ini terbuat dari bahan yang sama diambil dari serat-serat tumbuhan yang dikeringkan yang kemudian dirangkai menjadi semacam rok untuk menutupi tubuh bagian yang digunakan di pakaian juga relatif tidak begitu rumit, hanya bentuk-bentuk seperti bulatan dan kotak yang tersusun secara geometris. Biasanya ditambahkan beberapa hiasan kepala sebagai asesoris yang terbuat dari bulu-bulu binatang seperti burung tidak banyak namun beberapa suku di Papua juga dikenal dengan kerajinan kain tenunnya. Warna-warna yang digunakan tidak begitu variatif hanya coklat, merah, hitam atau kuning karena masih menggunakan pewarna alami dari getah terkaitUnsur-unsur KebudayaanTarian tradisional Sumatera BaratSejarah Wayang GolekKebudayaan BatakKarakteristik Kebudayaan6. Rumah Tradisional HonaiArsitektur rumah tradisional Honai didesain khusus untuk melawan cuaca pegunungan Papua yang dingin. Ruangan rumah dibuat tidak terlalu besar dengan tinggi rumah mencapai 2-2,5 meter dengan sebuah pintu dan tanpa jendela. Seluruh dinding rumah dibangun dari potongan kayu dengan atap yang disusun dari jerami kering tebal. Ditengah rumah terdapat tungku perapian yang biasa digunakan untuk memasak atau sekedar menghangatkan suhu sendiri dibagi menjadi 3 jenisHonai, rumah yang diperuntukan untuk kaum priaEbei, rumah yang diperuntukan untuk kaum wanitaWamai, rumah yang dijadikan kandang babiHonai memiliki fungsi lebih dari sekedar tempat tinggal. Honai digunakan masyarakat Papua sebagai tempat berkumpul, mendidik anak-anak sebagai generasi penerus dan pada zaman dahulu juga digunakan sebagai tempat mengatur strategi jika terjadi perang antar suku.
PakaianAdat Maluku Lengkap, Gambar dan Penjelasannya. Demikian pembahasan tentang " Pakaian Adat Papua Lengkap, Gambar dan Penjelasanya " yang dapat kami sampaikan. Artikel ini dikutip dari buku " Selayang Pandang Papua : Giyarto ". Baca juga artikel kebudayaan Indonesia menarik lainnya di situs SeniBudayaku.com.
Peta Papua Papua Indonesia adalah pulau dengan iklim tropik basah atau tropical rain forest. Meski secara umum Papua memiliki dua musim, yakni kemarau dan hujan, namun sukar untuk membedakan keduanya. Meski dalam musim kemarau pun, Papua memiliki curah hujan yang tinggi yakni hingga mm. Kondisi iklim dan geografis di Papua membuat persebaran tidak merata. Masyarakat Papua tersebar di seluruh pulau tersebut. Selain kondisi iklim dan geografisnya, topografi dari pulau pulau Papua menjadi sebabnya. Kelembaban di sana relatif tinggi yakni 80 sampai 89 persen. Suhunya pun beragam, yakni 19 hingga 28 derajat celcius. Bayangkan, Papua terdiri dari perpaduan antara pegunungan, lembah, sungai, hingga pantai. Dari Puncak Jaya sebagai titik tertinggi Indonesia, hingga Kota Merauke sebagai kota terendah dengan ketinggian 40-60 di atas permukaan laut. Paru-paru Dunia Menjadi salah satu paru-paru dunia, Indonesia memiliki luas keseluruhan hutan mencapai hektare. Tak ayal ia menyandang nama tersebut. Papua menjadi wilayah yang memiliki luas hutan terbesar dalam khazanah ekologi Indonesia dengan luas hutan mencapai hektare. Dunia menyebutnya sebagai paru-paru dunia, suaka flora dan fauna, hingga serpihan surga yang jatuh ke bumi. Adalah Papua, negeri dengan keanekaragaman budaya yang hidup rukun serta damai. Papua adalah raja dari hutan di Indonesia. Suburnya Tanah Papua tidak lepas dari letak geografisnya yang berada pada pada garis khatulistiwa. Pulau seluas 786 km persegi itu berbatasan dengan laut pasifik di sebelah utara, laut Arafuru dan Pulau Maluku di selatan, berbatasan dengan Papua Nugini di timur, dan lautan pasifik di sebelah barat. Jika dipetakan secara astronomis, Pulau Papua memiliki posisi 0º 20′ Lintang Selatan LS sampai 10º 42′ LS dan membentang dari 131º Bujur Timur BT hingga 151º BT. Letak astronomis tersebut mempengaruhi iklim di Papua. Arti Nama Papua Tak kenal, maka tak sayang. Begitulah kata peribahasa. Hingga saat ini, mungkin banyak dari warga Indonesia yang belum mengetahui makna dari Papua itu sendiri. Hari Suroto, seorang peneliti dari Balai Arkeologi Papua, adalah sosok yang pernah menjelaskannya. Dalam artikel yang dimuat oleh detik, Hari Suroto mengatakan setidaknya Papua dapat dimaknai dari bahasa Melayu, Biak, Belanda dan Indonesia. “Papua berasal dari bahasa Melayu yang artinya keriting. Arsip Portugis dan Spanyol abad ke-16, nama Papua mereka gunakan untuk menyebut orang dan tempat di Kepulauan Raja Ampat dan pesisir barat Papua,” jelasnya. Ingin tahu lebih banyak ? Baca juga Inilah Penjelasan Arti Nama Papua dari Berbagai Bahasa Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan sebutan Papua Niew Guinea. Mereka menyebut pulau tersebut sebagai satu kesatuan di mana Papua Nugini termasuk di dalamnya. Dalam bahasa lokal, kata Papua punya sejumlah makna. Menurut Hari orang Biak memaknainya sebagai tanah di bawah matahari tenggelam. Berbeda kala Indonesia menyebutnya dengan nama Irian. Presiden RI Pertama, Soekarno, merupakan orang yang mempopulerkan nama Irian. Ia menyebut Irian sebagai singkatan dari Ikut Republik Indonesia Anti Netherland’. Irian pun punya makna dalam bahasa Biak dan Merauke. Dalam bahasa Biak, Irian berarti panas. Sedang dalam bahasa Merauke, Irian artinya tanah air. Pada tahun 2004, Presiden RI ke-4 merubah nama Irian kembali menjadi Papua hingga saat ini. Sebagaimana kita ketahui dalam teori migrasi, masyarakat nusantara terdiri dari dua ras, yakni Mongoloid dan Australomelanesid. Keturunan Australomelanesid adalah leluhur tertua di nusantara. Mereka mendiami wilaya timur Indoneisa. Harry Widianto, kepala riset Balai Arkeologi Yogyakarta, menyebutkan bahwa nenek moyang manusia nusantara berasal dari Afrika. Bukti paleoantropologis menyebut bahwa migrasi orang Afrika sejak tahun lalu bermuara di timur Indonesia. Mereka menyusuri pantai Afrika hingga kawasan Asia Tenggara. Masuk ke Nusantara melalui jembatan darat, yakni Sumatera, Kalimantan, Jawa, Halmahera, hingga akhirnya ke Papua. Baca juga Sejarah Papua Dari Masa Ke Masa Ras Melanesia merupakan manusia purba yang masuk dalam migrasi pertama yang masuk nusantara. Lantas, bagaimana dengan nenek moyang orang papua? Ras Melanesia memiliki keturunan yang hingga kini dipegang oleh orang Papua, yakni memiliki rambut merah dan keriting. Ras Melanesia yang semula bermukim di daerah sekitar Nugini ini mulai melakukan penjelajahan. Mulai dari Kepulauan Bismarck, Samudra Pasifik, hingga Australia. Populasi yang migrasi ke Australia kemudian hidup hingga tahun yang lalu. Dari sana, mereka baru bermigrasi ke Nusantara, seperti Nusa Tenggara, Jawa, dan Kalimantan pada tahun yang lalu. Mereka disebut sebagai ras Australomelanesid. Ras Australomelanesid ini yang menjadi nenek moyang orang-orang Papua. Harry menyebutkan bahwa orang Papua merupakan keturunan dari Australomelanesid, atau manusia modern yang masuk ke Nusantara tahun yang lalu. Boleh dibilang, mereka adalah Melanesia yang memiliki keturunan Australomelanesid. Masa Sebelum Papua Bernama Papua 200 M – 1500 M Tahukah Anda bahwa dahulu Papua memiliki nama lain? Papua sempat disebut dengan Labadios pada sekitar tahun 200 masehi. Klaudius Ptolomeus, seorang ahli geografi inilah yang memberi nama demikian. Selah 4 abad, buku Kertagama 1365 mengungkapkan 2 nama lain dari Pulau Labadios ini. Buku itu menyebutkan bahwa sekitar tahun 500 masehi, bangsa Tiongkok sempat menyebut pulau itu dengan nama Tungki. Menurut catatan kerajaan Sriwijaya tersebut, nama pulau itu adalah Janggi. Perbedaan ini nilai sebuah kesalahan eja saja. Pada tahun 700 masehi, pedagang asal Persia dan Gujarat mulai menyambangi pulai ini. Mereka pun memiliki sebutan lain untuk pulau seribu budaya itu. Pedagang asal Timur Tengah ini menyebut pulau tersebut dengan dua sebutan, yakni Dwi Panta dan Samudranta. Kedua nama itu memiliki makna yang mirip. Dwi Panta artinya ujung samudra dan Samudranta berarti ujung lautan. Hingga pada tahun 1300 masehi, Papua masih berganti-ganti nama. Misalnya, pada tahun tersebut Kerajaan Majapahit menyebutnya dengan sebutan wanin dan sram. Dua nama itu merujuk pada Pulau Onin dan Pulau Seram yang ada di Maluku. Masa Penemuan Papua hingga Kolonial 1500 M – 1700 M Kerajaan Tidore memiliki sejarah yang lekat dengan Papua. Berdasarkan catatan sejarah, Kerajaan Tidore-lah memberikan nama Papua di pulau tersebut. Terdapat beberapa perbedaan pendapat soal kapan tepatnya nama itu melekat. Namun, sejak tahun 1500-an masehi, bangsa Portugis sudah menyebut pulau itu dengan sebutan Papua. Antonio Figafetta, merupakan orang pertama yang menyebut pulau di timur Indonesia itu dengan sebutan Papua. Menurutnya, ia mendapatkan nama itu kala ia menyambangi pulau Tidore. Dari sana, diketahui bahwa Tidore telah memberikan nama tersebut sekitar awal tahun 1500 masehi. Berdasarkan Kerajaan Tidore, berasal dari kata Papa-Ua yang artinya tidak bergabung. Maksud dari Kerajaan Tidore merujuk pada masyarakatnya yang tidak memiliki raja yang memerintah. Diketahui kemudian, bahwa Kerajaan Tidore Timur yang menguasai Papua. Wilayah kekuasaannya mencakup wilayah Kepulauan Raja Ampat. Sejarah menyebutkan bahwa bangsa kolonial Eropa masuk ke Papua pada tahun 1500 masehi. Semua itu bermula saat Alvaro de Savedra, seorang pelancong asal Spanyol menyebut Papua sebagai pulau emas pada tahun 1528 masehi. Isla Del Oro yang artinya pulau emas merupakan nama yang berhasil menggaet bangsa Eropa lainnya untuk bertandang ke Papua. Nama Guinea Pertama kali Papua memiliki nama Guinea berasal dari pelaut bernama Inigo Ortiz de Rete. Pada tahun 1545, ia menyematkan nama Nueva Guinea atau Gova Guinea yang artinya Pulau Guinea Baru. Sebutan itu yang kemudian memiliki kaitan dengan penjajahan Belanda. Nama Niew Guinea digunakan oleh Belanda sebagai terjemahan dari Nueva Guinea atau yang berasal dari bahasa Spanyol. Nama itu mereka gunakan untuk memperkuat kekuasaan mereka pada tahun 1770. Sebelumnya, Belanda berhasil mengusir Spanyol pada tahun 1663 sejak pertama kali mendarat pada tahun 1606. Belanda kemudian mengunggah nama Niew Guinea pada peta Internasional dan mencetaknya. Itu merupakan awal mula dunia mengenai pulau di timur Nusantara itu sebagai Niew Guinea. Kontestasi Kekuasaan di Papua 1500 M – 1900 M Inggris pula hendak menancapkan jangkarnya di Niew Guinea. Pada tahun 1774, mereka berhasil mengusir Belanda. Mereka bergerak cepat dalam mengakuisisi bagian Barat Papua itu. Mulai dari menguasai Teluk Doreri di Manokwari pada tahun 1793 hingga membagi garis pulau dengan mendirikan Benteng Coronation di sana. Aksi ini mengundang amarah Kamaludin Syah, Sultan Tidore. Kesultanan Tidore berhasil memukul mundur Inggris pada tahun 1814. Namun, itu tidak lama. Selang 14 tahun setelahnya, giliran Belanda yang hendak unjuk gigi. Mereka mendirikan Benteng Fort Du Bus di Teluk Triton oleh van Delden atas nama Raja Willem I. Ini merupakan sinyal dari Belanda atas itikadnya menduduki Papua. Namun, strategi Belanda cukup efektif. Mereka melakukan kerja sama dengan 3 raja lokal, yakni Raja Namatote, Raja Lokaijhia dan Lutu. Dari perjanjian itu, ketiga orang pilihan Belanda tersebut mendapat pengakuan sebagai kepala dari 28 daerah yang mereka miliki. Tahun 1884, Inggris kembali datang. Mereka berhasil menduduki Papua Barat yang kala itu disebut sebagai Irian Barat. Di tahun yang sama, Jerman berhasil menguasai Timur Laut Irian Barat. Kejelasan soal kekuasaan ini baru menemui titik temunya kala Perjanjian Den Haag pada tahun 1895 dilakukan. Hasil dari perjanjian tersebut adalah pembagian kekuasaan antara Inggris dan Belanda. Irian Barat jatuh ke tangan Belanda dan Irian Timur atau Papua Nugini menjadi milik Inggris. Berdirinya Papua Tahun 1900 merupakan masa kebangkitan masyarakat Papua. Hal ini ditandai dengan pengakuan Perserikatan Bangsa-bangsa PBB dengan memberikan act of free choice bagi masyarakat Papua pada tahun 1969 untuk menentukan nasibnya sendiri. Namun sebelum masa itu datang, Belanda terlebih dahulu memberi pengaruh pada masyarakat lokal. Baca juga Papua Dalam Catatan Masa Lalu Nusantara Berdirinya sekolah Bestuur oleh Residen JP Van Eechoud pada tahun 1956 menjadi awal dari hal tersebut. Sekolah tersebut bertujuan untuk membangun pendidikan masyarakat Papua. Sekolah itu mencetak cendekiawan muda Papua, salah satunya adalah Frans Kaisiepo, seorang tokoh nasional Indonesia. Soegoro Atmoprasodjo selaku Direktur Sekolah Bestuur sekolah tersebut mendirikan dewan suku untuk mengkaji sejarah Papua. Dari sana, dewan suku merumuskan nama untuk tanah kelahirannya itu yang diambil dari bahasa lokal, yakni Irian. Perubahan nama itu tidak hanya simbolis, namun juga politis. Irian, selain berarti bangsa’ dalam bahasa Merauke, juga memiliki makna Ikut Republik Indonesia Anti Nederland’ yang disingkat menjadi IRIAN. Konferensi di Malino-Ujung Pandang pada tahun 1946 merupakan siaran pertama yang menyebut Irian resmi sebagai nama Papua. Saat Indonesia merdeka pada tahun 1945, Papua masih di bawah kekuasaan Belanda. Ini yang mengawali perhatian PBB terhadap bangsa di Indonesia Timur itu. PBB mendirikan United Nations Temporary Executive Authority UNTEA sebagai badan khusus yang menyiapkan act free choice Penentuan Pendapat Rakyat Pepera. Pepera merupakan media untuk menunjukkan pendapat masyarakat untuk memilih nasib mereka. Antara menjadi wilayah Belanda atau Indonesia. Hasilnya Indonesia memenangkan Pepera. Ragam Alam Bumi Papua Menurut sejarah geologi, gejala pengangkatan dan penurunan kulit bumi di Papua membuatnya memiliki topografi yang kompleks. Ini menjelaskan bagaimana Papua kaya akan keindahan alam. 1. Dataran Rendah Mangrove menjadi primadona di dataran rendah Papua. Mangrove tak hanya sekadar rumah bagi keanekaragaman hayati, namun juga berfungsi sebagai penangkal abrasi. Selain mangrove, Papua juga memiliki sungai dan lembah yang tersebar hingga ujung Papua. Sebut saja Mamberamo. Salah satu sungai terkenal yang bermuara di laut Pasifik. Ahli geografi mengena sungai tersebut sebagai depresi Mamberamo-Bawani. Beralih ke bagian selatan, terdapat sungai Agats, Breza, Lourenz dan Digul. Bagian selatan Papua merupakan wilayah sabana relatif lebih rendah dari wilayah bagian lain. Daerah itu menjadi tempat Kota Merauke berdiri. Pada wilayah kepala burung, terdapat sejumlah dataran seperti Ransiki, Momi, Oransbari, Warmare dan Prafi. Termasuk pula di sana terdapat dataran Kebar yang terletak di antara zona utara dan zona tengah. Secara umum, Papua memiliki lima dataran rendah, yakni Dataran rendah Pesisir bagian selatan Papua, Pesisir Arafura, Pesisir Trans-Fly, Pesisir Teluk Papua, dan Pesisir barat laut Papua. Mereka kaya akan sumber daya alamnya, baik kandungan minyak bumi dan gas, maupun hasil lautnya seperti ikan, udang dan kepiting. Salah satu sorotan dunia di bagian barat Papua adalah Teluk Bintuni. Dunia menyebutnya sebagai pemilik dari Sungai Amazon kedua di dunia. Teluk Bintuni memiliki luas hutan mangrove mencapai hektare. Itu sama dengan 52 persen dari total keseluruhan hutan bakau di Papua Barat. 2. Dataran Tinggi Sudah menjadi rahasia dunia bahwa Papua memiliki gunung tertinggi di Asia Tenggara, yakni Puncak Jaya. Dengan ketinggian meter, ia bahkan mengalahkan Gunung Fuji di Jepang. Selain puncak jaya, pulau ini memiliki sejumlah pegunungan lainnya yang tak kalah terkenal. Sebutlah Puncak Mandala, Puncak Trikora, Puncak Ngga Pilimsit, Puncak Yamin, Gunung Ulawun, Gunung Karewa, Gunung Korang, dan Gunung Yelia. Papua memiliki deretan pegunungan yang melingkari daerah pusat. Deretan itu menyambung antara satu dengan lainnya mulai dari Tog Warmari, Pegunungan Lina dan Gunung Genting. Deretan ini masih menyambung hingga deretan gunung yang ada di Papua Nugini, yakni pegunungan Bewani, Torriceli, dan Prince Alexander. Pada bagian selatan, terdapat deretan pegunungan serupa yakni Pegunungan Kobowre Tijo, dataran tinggi danau Wissel, Lembah Baliem, Pegunungan Bintang, dan bersambung ke Owen Stanlet di Papua Nugini. Pegunungan ini termasuk ke dalam circum Australian mountain system yang artinya pegunungan ini bersambung hingga timur benua Australia. Kebudayaan Papua Berbicara soal budaya di Papua tidak akan pernah habis. Bayangkan, untuk bahasa saja, Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat 384 bahasa yang berbeda di Papua pada tahun 2017. Dengan bahasa yang beragam, bagaimana dengan kebudayaannya? Kondisi topografi pulau di timur Indonesia ini memiliki andil dari banyaknya jumlah kebudayaan di sana. Klamer dan Ewing, peneliti dari Leiden University, menyebutkan bahwa hutan, bukit, dan gunung yang tinggi memaksa masyarakat lokal menyebar ke seluruh penjuru pulau. Hasilnya, mereka membentuk kebiasaan dan artefak sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Tentu, saat berbicara kebudayaan, kita tak hanya berbicara soal bahasa. Kebudayaan juga mencakup pakaian adat, rumah adat, tari-tarian tradisional, senjata tradisional, makanan khas Papua, musik tradisional, kerajinan tangan hingga kebiasaan mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa kebudayaan populer Papua. Pakaian Adat Papua Beserta Maknanya Salah satu ciri khas dari pakaian adat Papua adalah kesederhanaannya. Mereka terbuat dari bahan-bahan alami yang dapat diperoleh dari alam. Dikenal sederhana, bahkan hingga saat ini masih ada sejumlah suku yang mengenakannya. Sebutlah salah satunya yang paling terkenal adalah koteka. Baca selengkapnya Pakaian Adat Papua Beserta Gambar dan Penjelasannya Namun, pakaian adat Papua bukan sekadar koteka. Beberapa di antaranya adalah sali, yokal, dan rumbai. Meski sederhana, pakaian adat ini menggambarkan kegagahan dan keanggunan pemakainya. Pakaian Adat Koteka Pakaian koteka, misalnya. Melansir dari historia, Ibiroma, seorang pelajar adat dan budaya di Jayapura, menyampaikan makna koteka. Secara umum, koteka melambangkan status sosial dari penggunanya. Terdapat 3 jenis koteka, yakni pelindung kemaluan yang berbentuk melengkung ke depan, melengkung ke samping, dan tegak lurus. Masing-masing koteka menggambarkan status sosial penggunanya. Koteka yang miring ke depan digunakan oleh ketua klan, sedangkan yang melengkung ke samping digunakan oleh tabib dan pemimpin adat. Masyarakat umum biasanya menggunakan koteka yang tegak lurus. Koteka memiliki nama lain yakni holim. Pakaian Adat Sali Pakaian sali juga menjelaskan status dari penggunaanya yang dikenakan oleh perempuan suku Dani. Pembuatan pakaian ini dari kulit kayu yang biasa dikenakan oleh perempuan yang masih lajang. Pakaian Adat Yokal Berbeda dengan sali, yokal adalah pakaian adat Papua yang digunakan oleh perempuan yang sudah menikah. Pakaian ini berasal dari masyarakat Papua Barat. Bentuknya menyerupai rok atau kain yang terbuat dari kayu wam yang dipintal dengan rapi. Pakaian ini biasa digunakan sebagai rok dan bagian penutup dada. Rumbai merupakan pakaian yang paling lazim dikenal. Rumbai adalah rok yang terbuat susunan daun sagu kering. Tak hanya perempuan yang memakai rumbai, namun juga laki-laki. Penjelasan Serta Filosofi Pakaian Adat Papua Papua kaya akan tradisinya. Mereka dikenal sebagai masyarakat yang memiliki solidaritas yang kuat antar sesama juga dengan alamnya. Beberapa semangat masyarakatnya yang dikenal antara lain anu beta tubat, iki palek, brapen, hingga ukiran asmat. Tak ayal jika kearifan ini menjadi magnet wisatawan mancanegara. Semangat gotong royong dapat dipelajari dari Suku Maybrat di Papua Barat. Anu beta tubat merupakan semangat yang dilandaskan pada asas gotong royong. Semangat itu mendorong masyarakatnya untuk memanggul beban hidup bersama. Hingga tahun 2017, kebudayaan ini dicatat sebagai kebudayaan tak benda. Contoh populer kebudayaan ini adalah membayar mas kawin sama-sama dan membayarkan anak sekolah. Beralih ke Suku Dani, terdapat sebuah rasa persaudaraan dan kekeluargaan yang bagi sebagian orang berada di luar nalar. Iki palek, sebutannya. Menjadi tradisi Suku Dani untuk memotong salah satu jari mereka ketika mereka kehilangan anggota keluarga. Bagi mereka, keluarga adalah segala-galanya. Selanjutnya adalah brapen atau tradisi bakar batu. Sebuah tradisi yang dikenal hingga mancanegara lantaran kerap tampil saat festival Lembah Baliem. Brapen merupakan tradisi makan bersama dengan cara masak komunal menggunakan alat tradisional, yakni batu. Acara ini melibatkan seluruh anggota masyarakat, mulai dari laki-laki yang berburu dan perempuan yang memasak. Brapen adalah simbol persaudaraan antaran masyarakat bahkan luar komunitas. Satu lagi adat yang mendunia adalah ukiran Suku Asmat. Ukiran itu bukan sekadar dekorasi, melainkan cara masyarakat Asmat berkomunikasi dan mengagungkan leluhur. Ukiran biasa mengikuti aktivitas masyarakat Asmat atau menggambarkan sosok agung dari leluhur. Bagi mereka, mengukir patung sama saja dengan mengukir peradaban dan budaya. Makna Tarian Tradisional Papua Tari merupakan salah satu warisan budaya masyarakat yang menjadi sorotan warga dunia. Bukan hanya harmoni dari musik dan gerakannya saja, namun juga makna gerakan tersebut. Sebagian besar masyarakat tahu bahwa tarian masyarakat Papua mempunyai arti sebagai tarian perang. Meski terdapat sebagian tarian masyarakat Papua adalah tarian perang, namun tidak semuanya seperti itu. Beberapa tarian seperti yospan, wor, tumbutana, dan wutukala memiliki makna yang luar biasa. Tari Wor Wor merupakan tari tradisional asal masyarakat Biak, Papua. Dahulu, masyarakat Suku Biak melakukan tarian wor sebagai bentuk upacara religi. Tarian itu menggambarkan siklus kehidupan manusia mulai dari kelahiran hingga akhirnya mati. Dari tarian itu, akhirnya kenal sebuah pepatah asal Papua yang berbunyi Nggo Wor Baindo Na Nggo Mar yang artinya, tanpa upacara atau pesta maka adat akan layu. Pepatah itu menjadi salah satu semangat munculnya tarian yospan atau yosim. Pada tahun 1960, terdapat sebuah tarian kontemporer yang merupakan gabungan dari tari pancar dari Biak dan tari yosim dari Serui. Tari Yospan Baca selengkapnya Tari Yospan, Tari Persahabatan Rakyat Papua Senada dengan wor, yospan merupakan tarian pelindung budaya. Bedanya, gerakan dalam tarian yospan lebih luwes dan lincah. Pesertanya pun kebanyakan anak muda sebagai simbol menjaga budayanya. Tari Tumbutana Selanjutnya adalah tarian tumbutana sebagai bentuk resolusi ini dimulai dari Suku Kimaam yang ada di ujung pulau Papua. Tumbutana merupakan tarian yang terdapat dalam sebuah tradisi yang disebut ndambu. Masyarakat Kimaam mengartikan ndambu sebagai sebuah kompetisi asal klan untuk menunjukkan kebolehan kelompoknya. Kompetisi ini adalah kompetisi yang sehat. Mereka berlomba dalam hasil bumi. Di akhir acara, mereka melakukan pesta panen hasil bumi dengan melakukan tarian tumbutana. Tarian itu bermakna persaudaraan di mana seusai kompetisi, tidak ada yang lebih indah dari persatuan. Tari Wutukala Daro Suku Moy di Sorong, terdapat tarian wutukala sebagai bentuk syukur mereka. Sebagian besar masyarakat Suku Moy adalah nelayan. Kala mereka mendapatkan hasil yang melimpah, mereka bersyukur dengan melakukan tarian tersebut di pantai.
WRYHZ.